If We Are Not Meant To Be..

Seringkali aku lupa, bahwa kita hanya seperti pasangan-pasangan lain. Tidak ada yang spesial kecuali bahwa semua itu hanya sudut pandang kita.

1
Orang bisa datang dan pergi. Ya, orang-orang, teman, ibu, adik, dan mungkin termasuk dirimu. Tapi aku masih memiliki diriku sendiri. Itu hal paling penting yang kulupakan sejak bersamamu. Mataku terpancang pada dirimu, juga hati dan pikiranku. Sedikit sekali kusisakan ruang untukku sendiri, bahkan untuk merasa bahwa ternyata hanya sedikit bagian dari diriku dulu yang masih tersisa. Bahwa aku otonom, bahkan setelah aku menyerahkan hatiku sepenuhnya untukmu.

Aku tidak mengeluh, bahkan masih berpikir bagaimana lagi caraku untuk bisa lebih membahagiakanmu. Ruang-ruang dalam tubuhku penuh dengan dirimu. Dan egoku seperti terbentuk sesuai kehendakmu. Aku tidak mengeluh, meski sesekali mempertanyakan apa sesungguhnya yang kamu inginkan dari aku. Aku hanya percaya kita terikat dalam sebuah kompromi dua arah, yang kita pegang hanya dengan modal pengertian dan kepercayaan.

2
Orang-orang datang dan pergi dalam hidupku, menginggalkan jejak yang berbeda-beda. Tapi aku meyakini, tandamu dalam hari-hariku tak akan pernah menyurut. Entah bagaimana aku meyakininya, hingga seringkali aku menolak kenyataan bahwa kemungkinan terburuk bisa saja terjadi dalam sebuah perjalanan. Dan kini aku mengerti bagaimana sebuah hubungan tak bisa menjadi sesempurna yang kita inginkan.

Aku membayangkan, bagaimana seandainya jika kita tak bersama lagi. Aku akan sedih sekali, mungkin mati. Entah, dulu bayangan itu jauh sekali hingga mustahil kiranya tertangkap benakku. Pernah kamu pikirkan bagaimana jika kita tak bersama lagi? Apakah persepsi kita sama, atau kau masih semekanis dahulu. Yang aku pahami, menurutmu cinta itu siklus. Jika yang satu pergi, maka akan datang yang lain. Terus begitu sampai akhirnya ia membeku dalam usia. Aku tak bisa sekonkret dirimu. Meski mencoba sekuat tenaga. Aku pasti akan sedih. Sulit sekali melupakanmu, juga memaafkanmu.

Aku melihat kelebihanmu dengan kecintaan yang luar biasa. Pun kelemahanmu dengan kebijaksanaan yang mampu kuberikan. Dan sampai sekarang aku masih mencintaimu teramat sangat. Namun maafkan, sekarang aku belum bisa berdamai dengan diriku, memberikan pemakluman sekali lagi untuk kesakitan ini.

Mundur Selangkah, Siapkan Ruang untuk Kalah

Hujan selalu menjadi latar perasaan-perasaan penting yang mendekam di benak. Nyaman membayangkan diri begitu basah, sekaligus pasrah. Tak ada bayangan kala hujan. Hanya sengau dan galau, menimpakan diri di riuhnya kecipak becek. Tak ada bayangan kala hujan, tapi segalanya jadi kabur dalam debur.

Kemarin aku ingin mengaduh di dekat kematian. Menunggu apa dia datang? Altar sudah menyedia, aku mati dalam hidup. Dan kata-kata tinggal bersama abu, yang kubakar bersama bayang orang-orang. Aku bukan orang kemarin yang naif dan dhaif. Tinggalah aku yang kaku membeku. Tak menanti apa-apa, kecuali datang-Mu.

Mungkin segalanya jadi tak mungkin. Jika menyangkut kau.

Jangan Demonstrasi Melulu

Gerakan mahasiswa saat ini seperti kehilangan tajinya. Seolah mati tenggelam dalam romansa peristiwa 1998 yang telah menjelma menjadi kuil pemujaan bagi aktivis-aktivis mahasiswa sekarang. Parade demostrasi dijadikan rumus mati untuk mendefinisikan gerakan mahasiswa yang telah kehilangan ruhnya. Disadari atau tidak, mahasiswa masih terpukau dengan predikat agen perubahan yang tersemat tanpa memahami dengan benar konteks perubahan sesungguhnya.
Orientasi gerakan mahasiswa seakan terjebak dalam euforia sejarah, yang masih berkutat sekitar penggulingan rezim penguasa. Keberhasilan sebuah gerakan, sesungguhnya tidak melulu dilihat dari volume kekuatan dan pengorbanan untuk bisa melengserkan pemerintahan. Namun juga dari kemampuan untuk mengawal perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik. Menjadi ironi, ketika kini masyarakat yang diwakili mahasiswa justru berbalik mengutuk aksi mahasiswa yang mengganggu kepentingan umum. Jika melihat pandangan objektif, sesegera mungkin otokritik harus mendapat tempat dalam wacana pergerakan mahasiswa.
Format lama pergerakan mahasiswa sudah tidak lagi memberi perubahan dalam mewujudkan cita-cita perjuangan, malah mengalami penurunan grafik yang signifikan. Itulah yang akan melanda tiap elemen yang tidak peka terhadap perkembangan zaman. Di sini, peran inovator dalam gerakan mahasiswa diperlukan. Strategi perjuangan harus disusun dengan mensinergikan lini-lini yang saling menunjang fungsi masing-masing. Gerakan mahasiswa bisa dianalogikan dengan perang yang tidak hanya menggunakan jalur darat untuk melumpuhkan lawan, tetapi juga jalur laut dan udara.
Ada tiga fungsi yang dapat dijalankan dalam gerakan mahasiswa, yaitu mediasi, advokasi, dan demonstrasi. Mediasi dilakukan untuk menginformasikan suatu isu penting tidak hanya ke dalam lingkup pergerakan, tapi juga meluas ke masyarakat. Hal ini bertujuan untuk membukakan mata terhadap suatu kasus yang vital bagi kepentingan masyarakat. Jika keran informasi sudah terbuka lebar, opini publik yang mulai terbentuk akan memutuskan akan ke arah mana isu itu berkembang. Pemaksimalan penggunaan media juga harus diupayakan agar seluruh lapisan masyarakat dapat terjangkau.
Sementara advokasi menindaklanjuti apa yang sudah menjadi langkah lanjutan, yaitu mewakili kepentingan masyarakat untuk mendesak pemerintah mengambil kebijakan solutif untuk merespon isu. Advokasi di sini bisa juga dilakukan dengan lobi-lobi politik ke parlemen atau institusi eksekutif yang memiliki wewenang untuk menindaklanjuti aspirasi rakyat secara konkret.
Dan yang terakhir adalah demontrasi yang kerap mencolong fokus dalam pergerakan mahasiswa selama beberapa dekade terakhir. Namun tetap harus dikonsep dengan benar bagaimana fungsi demonstrasi agar tidak menjadi bumerang bagi mahasiswa yang justru menjauhkannya dengan masyarakat. Konsep partisipatoris yang turut serta mengajak masyarakat untuk ambil bagian dalam menyuarakan kepentingannya pantas dilakukan. Selain dapat memperbesar kekuatan, langkah ini nantinya dapat membangun kepercayaan dan dukungan masyarakat kepada mahasiswa. Mahasiswa dapat bertindak sebagai fasilitator yang memantik suara-suara tersembunyi dari masyarakat diaspirasikan.
Organisasi mahasiswa kini mesti mendesain ulang rancangan besar perjuangannya dengan menyelaraskan langkah bersama agar berbuah manis. Melihat kondisi sekarang, tentunya tak mudah untuk merombak tatanan pergerakan mahasiswa yang telah menginjak stagnansi cukup lama. Permasalahan kerap muncul, seperti fragmentasi di antara organisasi mahasiswa, apatisme berujung apolitis, serta trik politik yang seringkali menggunakan mahasiswa sebagai pasukan berani matinya. Kendala itulah yang masih menjadi PR besar bagi gerakan mahasiswa ke depannya. Meski begitu, kita masih bisa berharap gerakan mahasiswa ini dapat menorehkan catatan baru dalam sejarah yang lebih baik. Semoga nafas perjuangan ini tidak meredup, untuk kemudian mati.