Membicarakan Realitas dari Bingkai Film Inception


...apakah hidup yang kita jalani ini adalah realitas atau hanya mimpi dari realitas lainnya...

Sehabis menyaksikan film Inception yang dibintangi Leonardo Di Caprio, saya membayangkan bagaimana jika kita juga seperti tokoh Mal, istri sang tokoh utama, yang kebingungan membedakan mana realitas dan mana bangunan mimpi yang dikonstruksi. Apakah kita saat ini cukup yakin untuk melompat dari gedung tinggi untuk mengakhiri mimpi dan terbangun dalam dunia nyata? Seperti halnya Mal yakin bahwa ada kehidupan nyata yang menunggunya usai membolehkan tubuhnya terjun bebas dari ketinggian.

Film ini setidaknya menggugah saya, dan kebanyakan penonton lain, untuk berpikir secara mendalam mengenai realitas yang tentunya menggandeng beberapa pemikiran mengenai filsafat seperti konstruktivisme a la Thomas Kuhn atau Peter L. Berger dan Thomas Luckman yang memperkenalkan konsep konstruksionisme melalui tesisnya tentang konstruksi atas realitas.

Bagian awal film ini membuat penonton bertanya-tanya, apa hubungan antara Dom yang terdampar di pantai dengan seorang pria tua (Saito) yang tampaknya telah mengenalnya dengan baik. Saya dibuat menunggu lama untuk menyadari bahwa ceritanya akan lebih rumit dan menarik ketimbang hanya seorang pria muda yang terdampar, hanya dengan membawa sepucuk senjata dan sebuah totem. Kedua item ini setidaknya bisa menjadi kunci yang menjadi motif usaha pencarian Dom atas diri Saito. Senjata di situ, kemudian saya pahami, menggambarkan pengakhiran sedangkan totem sebagai penanda

Untuk menjawab apa relasi di antara diri keduanya, penonton diajak berflash back ke masa sebelum keduanya bertemu dengan meja panjang sebagai pemisah keduanya. Jika tidak memungut ceceran informasi dari bagian-bagian di film ini, kita akan kesulitan untuk menemukan rangkaian cerita utuh (disarankan untuk menuntaskan hajat sebelum nonton agar tidak melewatkan film ini sedetikpun). Dom (Leonardo Di Caprio) adalah seorang pencuri informasi yang memasuki mimpi orang untuk mengambil data atau ide. Pekerjaannya ini menjadikannya sebagai seorang penjahat karena apa yang dilakukannya melewati batas legalitas. Namun itu dilakukannya karena ia adalah buron dari kasus kematian istrinya, Mal.

Kemudian, Saito datang, menawarkannya solusi atas impian Dom untuk pulang ke kedua anaknya. Namun, DOm harus melakukan pekerjaan yang paling sulit dari seorang ekstraktor, ia harus menanamkan ide ke kepala orang seolah-olah ide itu adalah inspirasi yang paling murni. Di sinilah realitas dipermainkan. Pertanyaan mengenai mana yang realitas, tentang kesadaran dan keyakinan menyelimuti tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya. Seperti yang dialami Robert Fischer, yang mengalami hingga empat tingkatan mimpi yang membuatnya tidak stabil. Kehidupan yang mana yang mesti dipercayai sebagai bagian dari realitas? Manakah yang merupakan alam sadar dan alam bawah sadar?

Bagi sains, realitas adalah segala sesuatu yang bisa diobservasi. Sementara bagi filsafat, realitas adalah apa yang bisa dipikirkan. Ini bisa jadi merupakan polaritas dari realitas, apakah Pikiran hadir karena realitas atau realitas berasal dari pikiran? Mungkin juga jawabannya dengan menghilangkan kata apakah dalam pertanyaan itu. Bisa jadi bukan merupakan suatu paradoks, namun masih terjadi proses dialektika di antara keduanya. Toh pemikiran mengenai realitas tidak benar-benar dapat terjawab secara utuh dan memuaskan. Yang menarik, dalam film Inception, antara alam sadar dan bawah sadar ditandai dengan adanya totem yang dipercaya pemegangnya sebagai pembeda antara dunia mimpi dan dunia nyata.

Totem menjelma sebagai monumen kesadaran, juga keyakinan, bahwa antara realitas dan mimpi memang dipisahkan oleh pautan logika. Dan jika kita tidak yakin pada logika, kita bisa mempercayai totem itu. Karena di dalam totem, juga terdapat logika yang diyakini sebagai kebenaran. Dom mempergunakan gasing sebagai totem yang akan terus berputar tanpa henti di dalam dunia mimpi. Ia akan tak ragu mengakhiri mimpinya jika ia yakin ia sedang berada di dalam mimpi. Hal yang sama yang dialami Mal, ia tak ragu mengakhiri hidupnya karena ia yakin ia berada dalam mimpi. Bedanya, Mal sudah mengunci rapat totemnya dalam sebuah brangkas yang tertutup rapat.

Di sini, realitas membutuhkan kesadaran. Kesadaran pada akhirnya membentuk keyakinan. Keyakinan ini memiliki kekuatan kuat yang dapat mengkonstruksi dan menghidupkan realitas, membedakannya dari alam mimpi. Keyakinan juga yang membawa Dom mempercayai bahwa kepulangannya menemui anak-anaknya di akhir cerita adalah benar-benar realitas. Dom (dan juga kita) seharusnya masih menunggu, apakah gasing yang diputarnya di atas meja sebelum merengkuh kedua anaknya itu akan berhenti, ataukah putarannya akan abadi dan menjadi penanda bahwa ada realitas lain yang menunggunya.....