Keberuntungan Tidak Permanen

Keberuntungan tidak permanen. Saat membaca cerita dongeng yang selalu happy ending, seringkali kita lupa, hidup Cinderella tidak berhenti sampai di situ. Selalu ada kemungkinan ia menemukan fase 'upik abu' berikutnya. Bedanya orang yang nyata dengan Cinderella, ia selalu punya ibu peri. Sementara kita hanya punya harapannya saja. Dan tikus-tikus yang akan selalu jadi hama, bukan supir kereta kencana.

Tidak! Saya tidak sedang mencoba bersikap sebagai si skeptis yang hidup dalam gelimpangan pesimisme. Tapi ayolah, welcome to the reality, kata seorang senior saya. Menyenangkan memang punya sederet khayalan yang bisa kita jadikan bantal besar empuk yang menungu kita di bawah saat kita terjatuh dari gedung tinggi. Tapi, saya menemukan fakta, khayalan itu hanya gelembung yang langsung pecah tak berbentuk begitu berbenturan dengan tubuh kita. Keberuntungan, jika tak langsung mati dan hanya luka-luka lecet. Dan kita juga tak bisa mengharapkan keberuntungan itu terulang, bukan?

Suatu waktu, teman saya yang sangat melankolis-dramatis-romantis sedikit 'memfatwa haram' wacana klasik saya tentang realitas. Dia menyebutnya tak lebih dari sekadar mimpi buruk. Atau ocehan orang yang terlalu sering berkumpul dengan sesama skeptis. Saya tak mencoba menyangkal argumen yang keluar berdasar ketidakterimaannya atas usikan terhadap istana impiannya. Realitas adalah mimpi buruk, yang tetap ada bahkan saat kau terbangun. Dan ya, ia hanya produk ocehan orang yang semena-mena menyinonimkannya dengan sumber segala permasalahan dalam hidup umat manusia. Dan ia juga hanya hidup itu sendiri. Yang punya makna karena identifikasi kita sebelumnya.

Hidup, kawan, tak bisa dijalani dengan hidup saja. Tak bisa mengharapkan keberuntungan datang seumpama durian runtuh. Atau masalah pergi menjauh karena bosan. Jika kita hanya meyakini hidup adalah penyerahan sepenuhnya kepada takdir (atau pembenaran untuk tak mengusahakan hidup sebaik-baiknya), satu-satunya yang bisa kita harapkan hanyalah keberuntungan yang datangnya seperti komet Halley. Atau gerhana kalau cukup beruntung. Hidup perlu persiapan, kerja keras, komitmen, dan dukungan orang-orang sekitar yang peduli pada diri kita. Maka, kita tak usah khawatir lagi kalau-kalau kita tidak memiliki ibu peri.


Live for Life!!!!

0 komentar: